Monday, April 18, 2016

Pembelajaran PKn di SD


Pertanyaan:
1.       Jelaskan hakekat, fungsi, dan tujuan PKn di SD!
2.       Jelaskan dengan contoh perilaku berfikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan di lingkungan sekitar!
3.       Jelaskan keterkaitan PKn dengan IPS!
4.       Jelaskan apa yang dimaksud dengan PKn sebagai mata pelajaran dengan visi utama sebagai pendidikan demokrasi yang bersifat multidimensional!
5.       Jelaskan tentang ciri-ciri pembelajaran terpadu dan kelebihan-kelebihannya!

Jawaban:
1.       Hakekat PKn di SD adalah memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter seperti yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945.
Fungsi PKn di SD adalah sebagai wahana kurikuler pengembangan karakter warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab.
Tujuan PKn di SD adalah:
a.       Memberikan pengertian, pengetahuan dan pemahaman tentang Pancasila yang benar dan sah.
b.      Meletakkan dan membentuk pola piker yang sesuai dengan Pancasila dan ciri khas serta watak ke-Indonesiaan.
c.       Menanamkan nilai-nilai moral Pancasila ke dalam diri anak didik.
d.      Menggugahkesadaran anak didik sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia untuk selalu mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai moral Pancasila tanpa menutup kemungkinan bagi diakomodasikannya nilai-nilai laindari luar yang sesuai dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral Pancasila terutama dalam menghadapi arus globalisasi dan dalam rangka kompetisi dalam pasar bebas dunia.
e.      Memberikan motivasi agar dalam setiap langkah laku lampahnya bertindak dan berperilaku sesuai dengan nilai, moral dan norma Pancasila.
f.        Mempersiapkan anak didik utuk menjadi warga negara dan warga masyarakat Indonesia yang baik dan bertanggung jawab serta mencintai bangsa dan negaranya.
Serta untuk mengembangkan kemampuan:
a.       Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
b.      Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta antikorupsi.
c.       Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
d.      Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

2.       Contoh perilaku berfikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan di lingkungan sekitar:
a.       Contoh perilaku berfikir kritis : menanggapi isu tentang korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara, bagaimana moral pejabat yang telah dipercaya oleh rakyat justru mengkianati dengan mengambil uang rakyat untuk kepentingan pribadi.
b.      Contoh perilaku berfikir rasional : menanggapi isu tentang korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara, yaitu sudah menjadi kodrat bahwa manusia itu selalu kurang sehingga meskipun sudah menjadi pejabat yang telah bergelimpang harta masih merasa kurang dan kurang terus sehingga tak peduli meskipun harus mendapatkan dengan mengambil harta yang bukan haknya (harta rakyat).
c.       Contoh perilaku berfikir kreatif : menanggapi isu tentang korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara, sebagai warga negara yang baik  kita harus mendidik generasi muda agar mempunyai moral yang baik sehingga mengerti akan hak dan kewajiban. Harapannya generasi baru tersebut lebih peduli dengan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi (apabila jadi pejabat tidak melakukan korupsi). 

3.       Keterkaitan PKn dengan IPS sangat kuat. Hal ini dikarenakan sebelum menjadi Bidang Studi Pendidikan Kewarganegaraan yang menurut Kurikulum tahun 1994 diberi nama Bidang Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (sebagai upaya mewujudkan pesan UU sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989 khususnya Pasal 39 Ayat (2) dan (3)), Bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan adalah bagian dari Bidang Studi IPS. Bidang Studi IPS mencakup aspek Geografi, Ekonomi, dan Sejarah, Pancasila serta UUD 1945 yang menyangkut warga negara serta pemerintahan. Kemudian terjadi pemisahan menjadi Bidang Studi IPS yang mencakup aspek Geografi, Ekonomi, dan Sejarah, dan Bidang Studi Pendidikan Moral Pancasila yang mencakup Pancasila serta UUD 1945 yang menyangkut warga negara serta pemerintahan. Dimana Bidang Studi Pendidikan Kewarganegaraan terdapat pada kurikulum 1968, kemudian pada kurikulum Tahun 1975, 1984, dan 1994 tidak ada, baru muncul kembali pada kurikulum tahun 2006.

4.       Yang dimaksud dengan PKn sebagai mata pelajaran dengan visi utama sebagai pendidikan demokrasi yang bersifat multidimensional adalah karena PKn merupakan pendidikan nilai demokrasi, pendidikan moral, pendidikan sosial, dan masalah pendidikan politik. Sifat multidimensionalitasnya antara lain terletak pada:
a.       Pandangannya yang pluralistik-uniter (bermacam-macam, tetapi menyatu dalam pengertian Bhinneka Tunggal Ika).
b.      Sikapnya dalam menempatkan individu, negara, dan masyarakat global secara harmonis.
c.       Tujuannya yang diarahkan pada semua dimensi kecerdasan (spiritual, rasional, emosional, dan sosial).
d.      Konteks (setting) yang menghasilkan pengalaman belajarnya yang terbuka, fleksibel atau luwes, dan bervariasi merujuk kepada dimensi tujuannya.



5.       Ciri-ciri pembelajaran terpadu antara lain:
a)      Berpusat pada anak (child centered).
b)      Memberi pengalaman langsung kepada anak.
c)       Pemisahan antara bidang studi tidak begitu jelas.
d)      Menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam suatu proses pembelajaran.
e)      Bersifat luwes.
f)       Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan anak.
kelebihan-kelebihan pembelajaran terpadu:
a)      Pengalaman dan kegiatan belajar anak akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak.
b)      Kegiatan yang dipilih dengan dan bertolak dari minat dan kebutuhan.
c)       Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak sehingga hasil belajar akan dapat bertahan lebih lama.
d)      Pembelajaran Terpadu menumbuhkembangkan keterampilan berpikir anak.
e)      Menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui dalam lingkungan anak.
f)       Menumbuhkembangkan keterampilan social anak, seperti kerja sama, toleransi, komunikasi dan respek terhadap gagasan orang lain.

>>Baca selengkapnya...

Resume tentang Penguatan pada Pembelajaran Terpadu di SD


PENGUATAN (REINFORCEMENT)
Penguatan (reinforcement) merupakan suatu respon yang diberikan oleh guru terhadap perilaku atau perbuatan siswa yang dianggap positif dan menyebabkan kemungkinan berulangnya kembali atau meningkatnya perilaku tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari bentuk penguatan sering muncul meskipun tanpa disadari bahwa hal itu sebagai suatu penguatan.
Contohnya:
1.    Penjual toko yang menberikan hadiah kalender pada pembeli saat menjelang tahun baru.
2.    Seorang ibu yang memuji anaknya setelah membereskan tempat tidurnya sendiri.
Apa yang dilakukan penjual dan ibu dalam contoh di atas tersebut merupakan suatu penguatan yang dapat membuat orang yang menerima penguatan tersebut merasa senang dan akan mengulangi atau meningkatkan perbuatannya.
Dalam kegiatan pembelajaran terpadu, pemberian penguatan oleh guru terhadap perilaku siswa mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan keefektifan pembelajaran. Respon positif dari guru terhadap perilaku siswa yang positif akan membuat siswa merasa senang dan cenderung mengulangi bahkan meningkatkan perilaku tersebut. Oleh karena itu, guru harus melatih diri secara teratur dan terarah agar memiliki keterampilan dan kebiasaan memberikan penguatan dalam melaksanakan pembelajaran terpadu di SD.
Manfaat yang dapat diperoleh guru (yang tentu saja akan berakibat kepada hasil belajar siswa) dengan menguasai keterampilan memberi penguatan dalam pembelajaran terpadu diantaranya untuk:
1.    Membangkitkan dan memelihara perhatian dan motivasi belajar siswa terhadap tema-tema yang disajikan dalam pembelajaran.
2.    Memberikan kemudahan kepada siswa untuk mempelajari isi tema yang dipelajari dan dianggap memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi.
3.    Mengontrol dan memodifikasi tingkah laku siswa, serta mendorong munculnya tingkah laku yang positif.
4.    Menumbuhkan rasa percaya diri siswa akan kemampuan yang dimilikinya dan keberanian mengungkapkan pendapat sendiri.
5.    Memelihara iklim kelas (classroom climate) yang kondusif.
Keterampilan memberi penguatan bisa dilakukan dalam bentuk verbal dan non-verbal.
1.    Penguatan Verbal (Verbal Reinforcement)
Penguatan verbal (Verbal Reinforcement) adalah penguatan yang dilakukan secara verbal melalui kata-kata atau kalimat. Penguatan ini merupakan penguatan yang paling sederhana digunakan dalam kegiatan pembelajaran terpadu. Dikatakan sederhana karena hanya menggunakan kata-kata atau kalimat saja, namun demikian jenis penguatan ini tidak bisa dianggap enteng, sebab jika salah dalam penerapannya (misalnya situasi yang tidak tepat atau kata-kata maupun kalimat yang keliru) akan mengakibatkan efek yang kurang menguntungkan.
Bentuk penguatan verbal ini bisa berupa kata-kata atau kalimat pujian, dukungan, pengakuan, atau dorongan yang dapat menguatkan tingkah laku dan penampilan siswa. Kata-kata atau kalimat tersebut biasanya merupakan balikan atau informasi bagi siswa atas perilaku yang ditampilkannya.
Contohnya pada saat siswa menunjukkan hasil kerjanya kepada guru, guru tersebut akan mengatakan: “Wah, pekerjaanmu baik sekali!”

2.    Penguatan Non-Verbal (Non-verbal Reinforcement)
Penguatan non-verbal dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu bisa ditunjukkan dengan cara-cara seperti: raut wajah atau mimik muka, gerakan atau isyarat badan (gestural reinforcement), gerak mendekati siswa (proximity reinforcement), sentuhan (contac reinforcement), kegiatan yang menyenangkan, symbol atau tanda (token reinforcement) dan penguatan dengan benda/barang.
a.    Penguatan dengan mimik dan gerakan badan
Pemberian penguatan dengan menggunakan raut wajah atau mimik dan gerakan badan bisa dilakukan secara bersama-sama untuk mengkomunikasikan kepuasan guru terhadap respon siswa. Penguatan seperti ini akan banyak memberi pengaruh positif terhadap motivasi siswa untuk mengulang kembali dan meningkatkan perilaku yang mendapat respon positif dari guru,misalnya berupa senyuman, anggukan, tepukan tangan, atau acungan ibu jari guru. Penguatan jenis ini juga bisa digunakan secara bersama-sama dengan penguatan verbal, misalnya guru mengucapkan kata: “bagus” terhadap respon siswa sambil tersenyum, menganggukkan kepala, dan mengangkat ibu jari.
b.    Penguatan dengan gerak mendekati
Pemberian penguatan dengan cara ini maksudnya guru mencoba mendekati siswa dengan tujuan untuk menunjukkan perhatian dan rasa senang terhadap perilaku, hasil kerja, atau sikap dan penampilan siswa. Gerakan guru harus dilakukan secara luwes, tidak mengesankan sesuatu yang dibuat-buat. Penguatan jenis ini dapat ditunjukkan guru dengan cara melangkah mendekati siswa, berdiri di samping siswa atau kelompok siswa, bahkan dalam situasi tertentu duduk bersama siswa atau kelompok siswa. Bentuk penguatan ini biasanya dipakai bersama-sama dengan bentuk penguatan verbal, misalnya ketika guru mendekati siswa, guru mengucapkan kata-kata tertentu sebagai penguatan. Kombinasi seperti itu bisa memperkuat efek penguatan yang positif, namun frekuensinya harus dibatasi agar efek tersebut tidak menurun.
c.    Penguatan dengan sentuhan
Penguatan dengan sentuhan ini dilakukan untuk menyatakan persetujuan dan penghargaan guru terhadap hasil usaha atau penampilan siswa. Caranya bisa dilakukan dengan menepuk-nepuk bahu atau pundak siswa, menjabat tangan siswa dengan antusias, atau mengangkat tangan siswa yang dinyatakan berhasil dalam suatu kegiatan belajar.
d.    Penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan
Pemberian penguatan ini didasarkan pada karakteristik pembelajaran terpadu itu sendiri yang menuntut suatu kegiatan belajar yang menyenangkan. Misalnya siswa yang prestasinya baik di bidang olahraga diikutkan dalam kegiatan PORSENI tingkat kecamatan.
e.    Penguatan dengan symbol dan benda
Pemberian penguatan dengan menggunakan suatu symbol atau tanda dan benda tertentu, akan memberi warna tersendiri dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu di SD. Biasanya guru sering menggunakan symbol atau tanda cek (√) dan tanda tangan sendiri disertai komentar singkat untuk memberikan pembenaran atas tugas atau pekerjaan yang dilakukan siswa secara tertulis.

Enam prinsip yang harus diperhatikan guru dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu agar penguatan yang diberikan berfungsi secara efektif dan dapat memperlancar pencapaian kompetensi dasar oleh siswa antara lain:
1.    Pemberian penguatan harus disertai sikap kehangatan dan keantusiasan dari guru yang dapat ditunjukkan dengan raut muka berseri disertai senyuman, sikap riang penuh perhatian, dan memberi kesan bahwa penguatan yang diberikan memang sungguh-sungguh. Hindari pemberian penguatan dengan sikap yang lesu, acuh tak acuh, wajah murung, dan kurang bersemangat.
2.    Penguatan yang diberikan harus bermakna bagi siswa sehingga siswa termotivasi untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Bentuk-bentuk penguatan baik verbal maupun non-verbal, harus menunjukkan hal yang sebenarnya dikuasai siswa, hindari sikap membohongi siswa dengan pujian, dukungan, pengakuan, atau yang lainnya. Sikap seperti itu tidak akan memberikan makna positif bagi kelanjutan belajar siswa.
3.    Penguatan yang diberikan harus menghindari segala jenis respon negative seperti kata-kata kasar, cercaan, hukuman (punishment), hinaan, atau ejekan, karena hal tersebut dapat menghancurkan iklim kelas dan kepribadian siswa sendiri. Guru harus mampu menahan diri dari keinginan menggunakan respon negative tersebut, terlebih-lebih memberikan hukuman secara fisik, seperti mencubit, menampar, atau memukul siswa.
4.    Penguatan yang diberikan harus memiliki sasaran yang jelas, apakah ditujukan kepada siswa tertentu secara pribadi (personal reinforcement), satu kelompok siswa, atau seluruh siswa dikelas secara utuh.
5.    Pebguatan harus diberikan dengan segera setelah siswa menunjukkan respon yang diharapkan, agar dampak positif yang diharapkan tidak menurun kualitasnya atau hilang sama sekali.
6.    Penguatan yang diberikan harus bervariasi, tidak monoton dan membosankan. Penguatan verbal dan non-verbal bisa diatur dalam penggunaannya sehingga kemunculannya merata dan bervariasi serta berdampak positif bagi siswa yang menerimanya.

>>Baca selengkapnya...

Pendidikan Matematika I PDGK4203


1.       Teorema konstruksi/penyusunan yaitu suatu teori yang menyatakan bahwa cara yang terbaik dalam memulai belajar suatu konsep matematika, dalil atau aturan, definisi, dan semacamnya adalah dengan cara menyusun penyajiannya. Maksudnya siswa yang mencoba dan menyusun sendiri suatu ide sedangkan guru hanya membantu mengarahkannya. Dengan cara itu siswa akan lebih mudah mengingat ide yang telah dipelajari dan lebih mampu dalam menerapkan pada suasana lain.
Contohnya: dalam mempelajari penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif,  akan lebih mudah memahami konsep tersebut dengan menggunakan garis bilangan. Misalnya ditentukan penjumlahan 5 + (-4) = 0 benar atau salah. Siswa diminta untuk mencoba sendiri dengan menggunakan garis bilangan yang dimulai dari titik 0 lalu bergeser ke kanan sejauh 5 satuan, kemudian dilanjutkan bergeser ke kiri sejauh 4 satuan yang berakhir di titik 1. Dengan cara begitu anak diharapkan anak dapat lebih memahami konsep tersebut, sehingga bisa menyatakan bahwa penjumlahan yang dituliskan hasilnya salah.

2.       Teorema notasi menyatakan bahwa dalam pengajaran suatu konsep, penggunaan notasi-notasi matematika harus diberikan secara bertahap, dimulai dari yang sederhana yang secara kognitif dapat lebih mudah dipahami para siswa sampai kepada yang semakin kompleks notasinya. Maksudnya cara memperkenalkan suatu konsep matematika secara intuisi dengan menggunakan notasi yang telah dikenal dan konkret, lalu notasi yang kurang dikenal, yang lebih abstrak untuk pengembangan pembelajaran matematika.
Contohnya: dalam mengajarkan konsep fungsi untuk anak SD lebih baik menggunakan notasi seperti ∆ = 2     + 5 dengan ∆ dan        merupakan bilangan-bilangan asli. Kemudian untuk tingkat yang lebih tinggi menggunakan notasi y = 2 x + 5. Untuk yang lebih tinggi lagi menggunakan y = f(x) atau {(x,y)/y = f(x) = 2 x + 5, x, y є R}.

3.       Teorema kontras yaitu teorema yang menyatakan bahwa prosedur penyajian suatu konsep dari yang konkret ke yang lebih abstrak harus dilakukan dengan kegiatan pengontrasan. Pada pembelajaran matematika hampir semua konsepnya mempunyai sedikit arti bagi para siswa, sebelum mereka pertentangkan (dikontraskan) dengan konsep-konsep yang lainnya.
Contohnya: bilangan genap dan bilangan ganjil, bilangan positif dan bilangan negatif.

Teorema variasi yaitu teorema yang menyatakan bahwa prosedur penyajian suatu konsep dari yang konkret ke yang lebih abstrak harus dilakukan dengan kegiatan yang beraneka ragam (bervariasi).
Contohnya: dalam mempelajari konsep lingkaran diperkenalkan dengan menggunakan benda-benda berbentuk silinder, kerucut, cincin, roda, gelang, dan gambar-gambar lingkaran dengan berbagai ukuran jari-jari.

4.       Teorema pengaitan/konektivitas menyatakan bahwa setiap konsep, dalil dan keterampilan matematika berkaitan dengan konsep, dalil, dan keterampilan matematika lainnya. Begitu pula antara konsep, dalil, dan keterampjlan satu dengan yang lainnya saling berkaitan.
Contohnya: aljabar, geometri, aritmatika, kesemuanya saling berkaitan. Karena itulah pada pembelajaran matematika akan lebih berhasil bila para siswa lebih banyak diberi kesempatan untuk melihat kaitan-kaitan tersebut. Oleh karena itu, mengetahui bahwa keterkaitan suatu konsep dengan konsep yang lain pada pembelajaran matematika adalah diutamakan.

5.       Teori belajar menurut Dienes adalah bahwa setiap konsep matematika akan dapat dipahami dengan baik oleh siswa apabila disajikan dalam bentuk konkret dan beragam. Enam tahapan belajar menurut Dienes yaitu:
a.       Bermain bebas (Free play). Pada tahap ini anak-anak bermain bebas tanpa diarahkan dengan menggunakan benda-benda matematika konkret.
b.      Permainan (Games). Anak mulai mengamati pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep.
c.       Penelaahan kesamaan sifat (Searching for communities). Siswa mulai diarahkan pada kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti.
d.      Representasi (Representation). Tahap ini siswa mulai belajar membuat pernyataan atau representasi tentang sifat-sifat kesamaan suatu konsep matematika yang diperoleh pada tahap penelaahan kesamaan sifat.
e.      Simbolisasi (Simbolization). Siswa perlu menciptakan symbol matematika atau rumusan verbal yang cocok untuk menyatakan konsep yang representasinya sudah diketahuinya pada tahap representasi.
f.        Formalisasi (Formalitation). Tahap ini merupakan tahap yang terakhir, yaitu siswa belajar mengorganisasikan konsep-konsep membentuk secara formal, dan harus sampai pada pemahaman aksioma, sifat, aturan, dalil sehingga menjadi struktur dari sistem yang dibahas.

6.       Teori belajar menurut Van Hiele ada tiga unsure utama dalam pengajaran geometri, yaitu waktu, materi pengajaran, dan metode pengajaran yang diterapkan. Tahapan-tahapan anak belajar geometri menurut Van Hiele adalah:
a.       Pengenalan. Tahap ini siswa mulai belajar mengenal suatu bangun geometri secara keseluruhan, tetapi belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bangun geometri yang dilihatnya itu.
b.      Analisis. Siswa mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki bangun geometri yang diamati.
c.       Pengurutan. Siswa sudah mengenal dan memahami sifat-sifat satu bangun geometri serta sudah dapat mengurutkan bangun-bangun geometri yang satu dengan lainnya saling berhubungan.
d.      Deduksi. Siswa mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan yang bersifat umum menuju ke hal-hal yang bersifat khusus.
e.      Akurasi. Pada tahap ini siswa sudah mulai menyadari pentingnya ketetapan prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian.

7.       Teori belajar menurut Brownell adalah bahwa belajar itu pada hakikatnya merupakan suatu proses yang bermakna. Khusus dalam hubungan pembelajaran matematika di SD, Brownell mengemukakan  apa yang disebut “Meaning Theory (Teori makna)” sebagai alternatif dari “Drill Theory (Teori latihan hafal/ulangan)”. Intisari pengajaran matematika menurut teori drill adalah sebagai berikut:
a.       Matematika (aritmatika) untuk tujuan pembelajaran (belajar mengajar) dianalisis sebagai kumpulan fakta (unsure)yang berdiri sendiri dan tidak saling berkaitan.
b.      Anak diharuskan untuk menguasai unsure-unsur yang banyak sekali tanpa diperhatikan pengertiannya.
c.       Anak mempelajari unsure-unsur dalam bentuk seperti yang akan digunakan nanti pada kesempatan lain.
Menurut Van Engen tujuan pengajaran aritmatika untuk membantu anak memahami suatu sistem simbol yang mewakili suatu himpunan kejadian, dan serentetan kegiatan yang diberi symbol itu harus dialami langsung oleh anak. Van Engen (1953) membedakan makna (meaning) dan mengerti (understanding). Mengerti mengacu pada sesuatu yang dimiliki oleh individu. Individu yang mengerti telah memiliki hubungan sebab akibat, implikasi logis, dan sebaris pemikiran yang menggabungkan dua atau lebih pernyataan secara logis, sedangkan makna adalah sesuatu yang dibaca dari sebuah simbol oleh seorang anak. Anak menyadari bahwa simbol adalah sesuatu pengganti objek.
8.       Tipe-tipe belajar menurut Gagne antara lain:
a.       Belajar isyarat atau belajar signal adalah belajar sesuatu yang tidak disengaja sebagai akibat adanya rangsangan. Misalnya sikap positif dari siswa dalam belajar matematika karena sikap atau ucapan guru yang menyenangkan.
b.      Belajar stimulus respons. Pada tahap ini sudah disengaja dan responsnya adalah jasmaniah. Misalnya siswa menyebutkan atau menuliskan beberapa contoh bilangan bulat negatif setelah guru memberikan penjelasan tentang bilangan bulat negatif.
c.       Rangkaian gerak. Belajar dalam bentuk prbuatan jasmaniah terurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus respons. Misalnya seorang anak yang menggambar ruas garis melalui dua titik yang diketahui diawali dengan mengambil mistar, meletakkan mistar melalui dua titik, mengambil pensil (kapur tulis), dan akhirnya menarik ruas garis.
d.      Rangkaian verbal. Belajar yang berupa perbuatan lisan terurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus respons. Misalnya menyatakan atau mengemukakan pendapat tentang symbol, definisi, aksioma, dalil, dan semacamnya.
e.      Belajar membedakan. Belajar memisah-misahkan rangkaian yang bervariasi. Ada dua macam belajar membeda-bedakan, yaitu:
1)      Belajar membedakan tunggal yang berupa pengertian siswa terhadap suatu lambang, misalnya penarikan akar kuadrat : √.
2)      Belajar membedakan jamak adalah membedakan beberapa lambang tertentu, misalnya lambang-lambang ruas garis, sinar, dan garis :       ,      ,           .
f.        Belajar konsep. Tipe belajar konsep disebut pula tipe belajar pengelompokan, yaitu belajar mengenal atau melihat sifat bersama dari suatu benda atau peristiwa. Misalnya untuk memahami konsep lingkaran siswa mengamati cincin.
g.       Belajar aturan. Siswa diharapkan mampu memberikan respons terhadap semua stimulus dengan segala macam perbuatan. Misalnya siswa mampu menyebutkan sifat penyebaran perkalian terhadap penjumlahan, tetapi belum mampu menggunakannya atau sebaliknya.
h.      Pemecahan masalah, yaitu tipe belajar yang paling tinggi. Sesuatu itu merupakan masalah bagi siswa bila sesuatu itu baru dikenalnya, tetapi siswa telah memiliki prasyaratnya hanya siswa belum tahu proses algoritmanya (hitungan/penyelesaiannya).

9.       Jenis-jenis konsep dalam pembelajaran matematika di SD adalah:
a.       Konsep dasar
Konsep dasar pada pembelajaran matematika merupakan materi-materi atau bahan-bahan dan sekumpulan bahasan atau semesta bahasan, dan umumnya merupakan materi baru untuk para siswa yang mempelajarinya. Selain itu, konsep dasar juga menjadi prasyarat dalam memahami konsep-konsep berikutnya.
b.      Konsep yang berkembang
Konsep yang berkembang dari konsep dasar merupakan sifat atau penerapan dari konsep-konsep dasar. Konsep yang berkembang ini merupakan kelanjutan dari konsep dasar dan dalam mempelajarinya memerlukan pengetahuan tentang konsep dasar.
c.       Konsep yang harus dibina keterampilannya
Konsep yang termasuk ke dalam jenis konsep ini dapat merupakan konsep-konsep dasar atau konsep-konsep yang berkembang. Konsep-konsep jenis ini perlu mendapat perhatian dan pembinaan dari guru sehingga para siswa mempunyai keterampilan dalam menggunakan atau menampilkan konsep-konsep dasar maupun konsep-konsep yang berkembang.

10.   Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang model pembelajaran matematika di SD adalah:
a.       Hakikat matematika.
b.      Hakikat anak didik.
c.       Teori-teori belajar matematika.
d.      Kurikulum matematika SD yang berlaku.

>>Baca selengkapnya...