Adalah Van Bemmelen, geolog Belanda, yang mungkin bisa
ditunjuk sebagai bapaknya teori Toba sebagai kaldera gunung api. Tahun 1939 ia
ditugaskan Pemerintah Belanda untuk meneliti Danau Toba dan akhirnya menemukan
bukti bahwa danau indah itu merupakan kaldera gunung raksasa.
Temuan itu sempat menimbulkan kontroversi. Namun, di
beberapa negara, seperti Malaysia dan India, kemudian ditemukan abu vulkanik
yang diidentifikasi berasal dari letusan Toba. Teori Bemmelen lambat tapi pasti
mulai diterima masyarakat hingga kini.
Van Bemmelen adalah pencetus teori bahwa kaldera Toba
berasal dari satu letusan dahsyat. Teori ini didukung oleh Aldiss dan Ghazali.
Namun, melalui penanggalan dengan metode radiometri, para peneliti setelahnya
berhasil mengungkap bahwa letusan Toba berasal dari empat letusan besar.
Beberapa peneliti itu, di antaranya, Vestappen (1961), Yokoyama dan Hehanusa (1981),
Nishimura (1984), Knight (1986), dan Chesner dan Rose (1991).
Craig A Chesner, profesor geologi dari Eastern Illinois
University, masih aktif meneliti Toba hingga saat ini. Thesis Chesner tentang
Toba semakin memperjelas posisi Toba sebagai supervolcano yang letusannya
berdampak global.
Chesner-lah orang yang memberi jalan bagi lahirnya embrio
teori Toba Catastrophe ketika ia mengirimkan sampel abu vulkanik Toba ke
peneliti John Westgate (University of Toronto) tahun 1994. Westgate saat itu
sedang berusaha mencari tahu asal abu vulkanik yang berusia 74.000 tahun lalu
yang tersebar di berbagai belahan bumi.
Kiriman abu vulkanik Toba dari Chesner menjadi akhir dari
pencarian Westgate. Tahun 1998, Stanley H Ambrose dari University of Illinois
at Urbana-Champaign membangun teori baru Toba Catastrophe yang menawarkan
analisis bahwa letusan dahsyat Toba telah membuat dunia mengalami penurunan
suhu drastis dan membuat populasi manusia hampir punah.
Michael L Rampino (New York University), Stephen Self
(University of Hawaii at Manoa), kemudian Greg Zielinski (University of
Massachusetts) merupakan peneliti berpengaruh yang secara mendalam mempelajari
material abu vulkanik Toba. Merekalah yang menyediakan data bagi lahirnya teori
Toba Catastrophe yang diyakini membuat kemacetan populasi manusia.
Teori Toba Catastrophe semakin dipertajam oleh peneliti
genetika asal Inggris yang ahli sintesis DNA, Stephen Oppenheimer. Terkait
Toba, Oppenheimer yang didukung Bradshaw Foundation telah merilis migrasi
manusia dengan judul Journey of Mankind. Tulisan yang disertai simulasi migrasi
manusia itu memberi posisi penting letusan Toba yang dianggap melahirkan
perubahan drastis genetika pada ras-ras Homo sapiens.
Meski demikian, Toba dan teori migrasi itu hanya
berkumandang di debat-debat internasional di luar Indonesia. Hingga kini,
Indonesia masih sepi dari minat terhadap Toba.
No comments:
Post a Comment