IPS diartikan sebagai studi tentang manusia yang dipelajari oleh anak didik di tingkat sekolah dasar dan menengah. Pada hakikatnya semua aspek yang terdapat pada IPS (misalnya antropolagi-sosiolagi, geografi, dll) merupakan bidang-bidang yang dibutuhkan untuk memahami hakikat manusia.
IPS dengan Ilmu-Ilmu
Sosial (IIS) tidak bias dipisahkan karena secara tradisional antara keduanya
memang sudah saling berhubungan. Pendekatan disiplin IIS hendaknya tidak diterapkan dalam pembelajaran IPS di sekolah
karena IPS lebih menekankan kepada pendekatan multidisiplin atau interdisiplin,
dimana topic-topik dalam IPSdapat dimanipulasi menjadi suatu isu, pertanyaan
atau permasalahan yang berperspektif interdisiplin.
Proses
pembelajaran IPS pada berbagai tingkat pendidikan baik pendidikan tinggi,
maupun pada tingkat persekolahan mulai dari tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah
lanjutan Pertama maupun Lanjutan Atas, tidak menekankan pada aspek teoritis
keilmuannya, melainkan lebih menekankan kepada segi praktis mempelajari, menelaah
serta mengkaji gejala dan masalah social, dengan mempertimbangkan bobot dan
tingkat kemampuan pesrta didik pada tiap jenjang yang berbeda.
Perbedaan
antara IPS sebagai bidang studi dengan disiplin IIS antara lain:
1. IPS
bukanlah suatu disiplin ilmu seperti halnya IIS, tetapi IPS lebih tepat dilihat
sebagai bidang kajian, yaitu suatu kajian terhadap masalah-masalah
kemasyarakatan.
2. Pendekatan
yang dilakukan dalam IPS menggunakan pendekatan multidisiplin atau
interdisiplin, tidak seperti halnya IIS yang menggunakan pendekatan disiplin
ilmu atau monodisiplin.
3. IPS sengaja
dirancang untukkepentingan kependidikan. Oleh karena itu, kberadaan IPS lebih
memfokuskan pada dunia persekolahan, tidak seperti halnya IIS yang
keberadaannyabisa di dunia persekolahan, perguruan tinggi atau dipelajari di
masyarakat umum sekalipun.
4. IPS
menggunkan IIS sebagai bahan pengembangan materi pembelajaran dilengkapi dengan
mempertimbangkan aspek psikologis-pedagogis. Sehingga peyajian IPS sangat
peduli dengan pertimbangan-pertimbangan aspek psikologis-pedagogis karena
bagaimanapun latar belakang, kemampuan, lingkungan, serta perkembangan peserta
didik harus diperhatikan.
5. IPS juga
sangat memperhatikan dan mempertimbangkan kemanfaatan, urutan, dan ruang
lingkup bahan bagi setiap peserta didik dalam hidup dan kehidupannya kelak,
tidak seperti halnya IIS yang hampir lepas dan tidak mempermasalahkan
pertimbangan-pertimbanagan seperti IPS.
Keseluruhan
IPS sebagai sarana pendidikan yang memaparkan manusia di dalam segi tiga
waktu-ruang-hidup, sebagaimana dilakukan oleh studi sejarah (membicarakan man
in time), goegrafi (membicarakan man in space), dan gabungan sosiologi,
antopologi, ekonomi, tata Negara (membicarakan man in life). Apabila
digambarkan hubungan ketiganya adalah transmisi budaya (sejarah), adaptasi
ekologis (geografi), dan perjuangan hidup (sosiologi dan seterusnya).
Lima tujuan
IPS adalah sebagai berikut :
1. IPS
mempersiapkan siswa untuk studi lanjut di bidang social sciences jika ia
nantinya masuk ke perguruan tinggi.
2. IPS mempunyai
tujuan untuk mendidik kewarganegaraan yang baik.
3. IPS yang
hakikatnya merupakan suatu kompromi antara no. 1 dan 2. Inilah yang ditemukan
di dalam definisi IPS sebagai “Suatu penyederhanaan dan penyaringan terhadap
IIS, yang penyajiannya di sekolah disesuaikan dengan kemampuan guru dan daya
tangkap peserta didik.”
4. IPS
mempelajari closed areas atau masalah-masalah social yang pantang untuk
dibicarakan di muka umum, sehingga siswa dilatih untuk berpikir demokratis.
5. Sasaran
seluruh kegiatan belajar dan pembelajaran IPS mengarah kepada 2 hal:
A. Pembinaan
warga Negara Indonesia atas dasar moral Pancasila/UUD 1945.
B. Sikap
social yang rasional dalam kehidupan.
Secara
sederhana bahwa pembelajaran IPS berarti membelajarkan siswa untuk memahami
bahwa masyarakat ini merupakan suatu kesatuan (system) yang permasalahannya
bersangkut-paut dan pemecahannya memerlukan pendekatan-pendekatan
interdisipliner, yaitu pendekatan yang komprehensif dari sudut ilmu hokum, ilmu
politik, ilmu ekonomi, ilmu social lain, seperti geografi, sejarah,
antropologi, dan lainnya.
IPS bukan
bertujuan untuk memenuhi ingatan pengetahuan para peserta didik dengan berbagai
fakta dan materi yang harus dihafalnya, melainkan untuk membina mental yang
sadar akan tanggung jawab terhadap hak dirinya sendiri dan kewajiban kepada
masyarakat, bangsa dan Negara. Pembelajaran IPS merupakan upaya menerapkan
teori-konsep-prinsip ilmu social untuk menelaah pengalaman, peristiwa, gejala,
dan masalah social yang secara nyata terjadi di masyarakat.
Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) harus
bersamaan dengan pengembangan nilai-nilai yang dimaksud dalam pembelajaran IPS.
Nilai-nilai tersebut antara lain:
1. Nilai
Edukatif
Salah
satu tolok ukur keberhasilsn pelaksanaan pendidikan IPS yaitu adanya perubahan
perilaku social pesrta didik ke arah yang lebih baik. Perilaku tersebut
meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Peningkatan kognitif ditandai
dengan makin meningkatnya pengetahuan social dan peningkatan nalar social serta
kemampuan mencari alternative-alternatif pemecahan masalah social. Perilaku
afektif diwarnai dengan aspek kemanusiaan, yaitu peningkatan dalam perasaan,
kesadaran, penghayatan, sikap, kepedulian dan tanggung jawab peserta didik.
Perilaku psikomotor yaitu berkembangnya keterampilan fisik, keterampilan social
dalam bentuk kerjasama, gotong-royong dan tolong menolong peserta didik.
2. Nilai
Praktis
Pengetahuan
IPS praktis bermanfaat dalam mengikuti berita, mendengarkan radio, membaca buku
cerita, menghadapi permasalahan kehidupan sehari-hari ampai dengan pengetahuan
IPS yang berguna untuk melaksanakan pekerjaan (misalnya wartawan, pejabat
daerah, dan lain-lain). Pembelajaran pada pendidikan IPS tersebut diproses
secara menarik, tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari, dan secara langsung
ataupun tidak langsung memiliki nilai praktis serta strategis dalam membina SDM
sesuai dengan kenyataan hidup hari ini, terutama untuk masa-masa yang akan
datang.
3. Nilai
Teoretis
Peserta didik dibina dan dikembangkan daya nalarnya ke arah
dorongan mengetahui sendiri kenyataan (sense of reality) dan dorongan menggali
sendiri di lapangan (sense of discovery). Kemampuan menyelidiki dan meneliti
dengan mengajukan berbagai pertanyaan (sense of inquiry) mereka dibina serta
dikembangkan. Dengan demikian, kemampuan mereka mengajukan “hipotesis” dan
dugaan-dugaan terhadap suatu persoalan juga berkembang. Jadi, pendidikan IPS
membina dan mengembangkan kemampuan peserta didik berteori yang sangat berguna
dalam menghadapi kehidupan social yang berkembang dengan cepat dan cepat
berubah.
4. Nilai
Filsafat
Kemampuan peserta didik merenungkan keberadaan dan peranannya
di masyarakat semakin berkembang.
5. Nilai
KeTuhanan
Pendidikan IPS dengan ruang lingkupdan aspek kehidupan social yang
demikian luas cakupannya, menjadi landasan kuat bagi penanaman dan pengembangan
nilai keTuhanan yang menjadi kunci kebahagiaan kita baik lahir maupun batin.
Nilai keTuhanan ini menjadi landasan moralitas Sumber Daya Manusia (SDM) hari
ini dan terutama masa akan datang.
No comments:
Post a Comment