Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan, resistensi obat yang sebagian dipicu oleh penggunaan antibiotik secara tidak rasional telah menewaskan ratusan ribu orang setiap tahun. Oleh karena itu, perlu penanganan yang segera untuk mengatasi masalah tersebut.
"Kami benar-benar melihat evolusi yang bertambah cepat dalam penyebaran masalah ini dan intinya adalah masalahnya lebih cepat daripada penyelesaian," ungkap asisten direktur umum WHO Keiji Fukuda, Kamis (7/4/2011).
Para pakar kesehatan mencatat, hanya sedikit saj anegara yang memiliki rencana menangani masalah resistensi obat, yang meningkat di tengah meningkatnya konsumsi antibiotik.
"Di sebagian besar negara, tak ada rencana, tak ada anggaran, tak ada garis pertanggung-jawaban untuk masalah yang sangat serius ini. Sistem surveilans lemah, sistem itu tak ada di banyak tempat," kata Mario Raviglione, pejabat WHO yang memimpin kampanye melawan tuberkulosis. Ditambahkannya, kualitas antibiotik dipertanyakan di sebagian negara tersebut. "Dosis tak optimal sesungguhnya adalah pemicu mekanisme yang mengembangkan kekebalan terhadap obat. Penggunaan antibiotik seringkali tak layak, kami menyebutnya tidak rasional. Itu memudahkan terciptanya ketahanan terhadap obat," terangnya. Selain itu, penggunaan antibiotik pada ternak --guna mendorong pertumbuhan dan mencegah penyakit serta mengobati hewan sakit-- juga memberi sumbangan pada resistensi obat. Setiap mikroba yang tahan terhadap obat yang berkembang pada hewan ternak dapat berpindah ke manusia melalui rantai makanan.
Karena mikroba akan selalu berusaha jadi kebal terhadap obat, "masalah ini takkan pernah hilang", kata Fukuda.
WHO mengekspos masalah penggunaan antibiotik sebagai isu utama dalam memeringati Hari Kesehatan Dunia tahun ini. WHO ingin semua pemerintah, masyarakat sipil dan industri farmasi berupaya dengan beragam strategi guna menangani resistensi obat.
No comments:
Post a Comment